Sabtu, 22 Januari 2011

makalah AAUPB


ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK (aaupb)



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunianya penulis dapat menyusun makalah ini. makalah ini di beri judul ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK dimaksudkan untuk pemenuhan atas tugas Hukum Administrasi Negara oleh dosen kami.
Sejak Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah disahkan banyak reaksi dan aksi dari berbagai kalangan.
Nampaknya semua pihak diharap dapat bantu membantu agar kita tidak tergelincir dalam luka lama lagi. Penulis menyadari benar bahwa banyak karya tulis mengenai Hukum Administrasi Negara. Dengan berbagai problemanya yang dihasilkan oleh pakar dan ilmuwan yang mendalami ilmu tersebut. Keadaan yang demikian kiranya merupakan hal yang sangat menggembirakan, karena itu karya tulis ini hendaknya harus dilihat sebagai upaya kecil yang mungkin tidak besar artinya. Ini hendaknya harus dilihat sebagai upaya kecil yang mungkin tidak besar artinya dalam memperkaya wacana tentang Hukum Administrasi Negara. Penulis hanya bisa berharap semoga ada manfaatnya.
Dalam pada itu penulislah yang pertama-tama mengakui bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Bahkan juga tidak lengkap untuk karena itu jika sedang pembaca sudi menyampaikan kritik membangun dan saran-saran positif guna menyempurnakan makalah ini, penulis akan sangat berterima kasih.


    Pekanbaru,05 Desember 2010


                     Penulis



DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... i
Daftar Isi ....................................................................................................................  ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Terbentuknya Asas-Asas Umum Pemerintahan……………. 2
2.2. Pengertian Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik……………. 3
2.3.Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik………............................. 3
2.4.Otonomi daerah di masa mendatang yang sesuai dengan AAUPB…. 8


BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ........................................................................................ 11
3.2. Saran-Saran......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….………………. 12




BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka syarat pertama adalah mewujudkan Penyelenggara Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
Untuk itu perlu diletakkan asas-asas umum penyelenggaraan negara supaya bisa tercipta Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance). Kemudian, peran serta Masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi mereka, baik Eksekutif, yudikatif atau pun legislatif supaya tetap berpegang teguh pada Asas-asas Umum Pemerintahan ini.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimanakah sejarah terbentuknya asas asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB)  ?
2.   Apa pengertian dari asas asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB)  ?
3.   Bagaimana  asas asas umum pemerintahan yang baik ( AAUPB ) di indonesia ?

C.     TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah yang tersebut di atas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk menjelaskan sejarah terbentuknya asas asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB)
2.      Untuk menjelaskan pengertian dari asas asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB)
3.      Untuk menjelaskan asas asas umum pemerintahan yang baik ( AAUPB ) di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Terbentuknya Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)
Sejak dianutnya konsepsi welfare staat dan menimbulkan adanya kekuasaan freies Ermessen, timbulah suatu kekhawatiran dari warga Negara atas terjadinya kesewenang-wenangan oleh pemerintah. Oleh karena itu pada tahun 1946 pemerintah belanda membuat suatu komisi yang diketuai oleh De Monchy, Komisi ini selanjutnya disebut dengan komisi de Monchy.
Komisi ini bertujuan untuk memikirkan dan meneliti beberapa alternative untuk meningkatkan perlindungan hukum dari tindakan pemerintah yang menyimpang. Pada tahun 1950 komisi De Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang ‘ verhoodgde rechtsbescherming’ dalam bentuk algemene beginselen van behorlijk bestuur atau dapat disebut AAUPL. Hasil penelitian komisi ini tidak seluruhnya disetujui pemerintah oleh karena itu komisi ini pada akhirnya dibubarkan dan dibentuk komisi yang baru, komisi ini bernama komisi van de Greenten dan komisi ini pun pada akhirnya dibubarkan juga.     
Dibubarkannya ke dua komisi diatas disebabkan karena pemerintah belanda sendiri pada waktu itu tidak sepenuh hati dalam upaya meningkatkan perlindungan hukum warga negaranya. Meskipun demikian ternyata hasil penelitian De Monchy ini digunakan dalam pertimbangan putusan-putusan Raad van State dalam perkara administrasi. Dengan kata lain walaupun AAUPL ini tidak mudah dalam memasuki wilayah birokrasi tetapi lain halnya dalam bidang peradilan.
B.   Pengertian Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)
Pemahaman mengenai AAUPB ini tidak hanya dapat dilihat dari segi kebahasaan saja tetapi juga dari sejarahnya hal ini disebabkan kerena azas ini timbul dari sejarah juga. Dengan bersandar pada kedua konteks ini, AAUPB dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tatacara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik, sopan , adil, dan terhormat, bebas dari kesaliman, pelanggaran peraturan tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang. (Ridwan HR, Hukum administrasi Negara, hal 247)
Selain itu Jazim Hamidi juga memberikan definisi AAUPB dari hasil penelitiannya yaitu:
a. AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan hukum administrasi Negara
b. AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi paras pejabat administrasi Negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi Negara (yang berwujud penetapan/beschikking) dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak penggugat.
c. Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di masyarakat
d. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai peraturan hukum positif.

C.   Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) di Indonesia
            Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di Indonesia diakui secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas itu dimasukan sebagai salah satu gugatan terhadap keputusan badan/pejabat tata usaha Negara. Akan tetapiputusan ini ditolak oleh pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail selaku selaku Menteri Kehakiman saat itu. Alasan tersebut adalah sbb:
“Menurut hemat kami, dalam praktik ketatanegaraan kita maupun dalam Hukum Tata Usaha Neagara yang berlaku di Indonesia, kita belum mempunyai criteria tentang algemene beginselen van behoorlijk bestuur tersebut yang berasal dari negeri Belanda. Pada waktu ini kita belum memiliki tradisi administrasi yang kuat mengakar seperti halnya di negara-negara continental tersebut. Tradisi demikian bisa dikembangkan melalui yurisprudensi yang kemudian akan menimbulkan norma-norma. Secara umum prinsip dari Hukum Tata Usaha Negara kita selalu dikaitkan dengan aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang konkretisasi normanya maupun pengertiannya masih sangat luas sekali dan perlu dijabarkan melalui kasus-kasus yang konkret” (Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, hal 253)
Selain itu tidak dicantumkannya AAUPB dalam UU PTUN bukan berarti eksistensinya tidak diakui sama sekali, karena seperti yang terjadi di belanda AAUPB ini diterapkan dalam praktik peradilan terutama dalam PTUN. Kepustakaan berbahasa Indonesia belum banyak membahas asas ini dan kalaupun ada pembahasan itupun hampir sama karena sumbernya terbatas. Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul ‘Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara’ mengetengahkan 13 asas yaitu:
1. Asas kepastian hukum
Asas kepastian hukum, memiliki dua aspek yaitu aspek hukum material dan aspek hukum formal. Dalam aspek hukum material terkait dengan asas kepercayaan. asas kepastian hukum menghalangi penarikan kembali/perubahan ketetapan. Asas ini menghormati hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah, meskipun keputusan itu salah sedangkan aspek hukum formal, memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dng tepat apa yang dikehendaki suatu ketetapan

2. asas keseimbangan
Asas Keseimbangan, asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan pegawai dan adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan.

3. Asas kesamaan
Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan, asas ini menghendaki badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada pelaksanaan wewenang bebas.



4. Asas bertindak cermat
Asas Bertindak Cermat, asas ini menghendaki pemerintah bertindak cermat dalam melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas pemerintahan sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dalam menerbitkan ketetapan, pemerintah harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua faktor yang terkait dengan materi ketetapan, mendengar dan mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan, mempertimbangkan akibat hukum yang timbul dari ketetapan.

5. Asas motivasi untuk setiap putusan
Asas Motiasi untuk Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan ketetapan. Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil. Alasan sedapat mungkin tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas dapat mengajukan banding dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan digunakan hakim administrasi untuk menilai ketetapan yang disengketakan.

6. Asas jangan mencampurkan adukan wewenang
Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan, di mana pejabat Tata Usaha Negara memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam perat perundang-undangan (baik dari segi materi, wilayah, waktu) untuk melakukan tindakan hukum dalam rangka melayani/mengatur warga negara. Asas ini menghendaki agar pejabat Tata Usaha Negara tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang yang melampaui batas.

7. Asas permainan yang layak
Asas Permainan yang Layak (Fair Play), asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara.




8. Asas keadilan atau kewajaran
Asas Keadilan dan Kewajaran, asas keadilan menuntut tindakan secara proposional, sesuai, seimbang, selaras dengan hak setiap orang. Asas kewajaran menekankan agar setiap aktivitas pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat, baik itu berkaitan dengan moral, adat istiadat

9. Asas menanggapi penghargaan yang wajar
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.

10.  Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.

11.  Asas perlindungan atas pandangan hidup
Asas Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi, asas ini menghendaki pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan warga negara. Penerapan asas ini dikaitkan dengan sistem keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi masyarakat. Pandangan hidup seseorang tidak dapat digunakan ketika bertentangan dengan norma-norma suatu bangsa.

12.  Asas kebijaksanaan
Asas Kebijaksanaan, asas ini menghendaki pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada perat perundang-undangan formal.

      13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum
Penyelenggaraan Kepentingan Umum, asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum, yakni kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banyak. Mengingat kelemahan asas legalitas, pemerintah dapat bertindak atas dasar kebijaksanaan untuk menyelenggarakan kepentingan umum. (Philipus M. Hadjon, Pengantar  Hukum Administrasi Indonesia, Hal 279)

Adapun asas-asas umum lain adalah :
1.      Kecepatan dalam menangani masalah atau memutuskan perkara;
2.      obyektifitas dalam menilai kepentingan para fihak yang bersangkutan;
3.      Penilaian yang seimbang antara kepentingan-kepentingan berbagai fihak yang terkait;
4.      Kesamaan dalam memutus perkara atau menyelesaikan hal yang sama;
5.      Keadilan (fair play);
6.      Memberikan pertimbangan hukum yang benar, masuk akal dan adil;
7.      Larangan untuk menyatakan suatu peraturan hukum atau ketentuan lain secara berlaku surut;
8.      Tidak mengecewakan kepercayaan (trust) yang telah ditimbulkan oleh perilaku atau kata-kata yang diucapkan pejabat atau hakim;
9.      Menjamin kepastian hukum;
10.  Tidak melampaui kewenangan dan/atau menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk tujuan lain dari pada dasar atau sebab kewenangan itu diberikan.
Sebenarnya AAUPB ini dpat digunakan dalam praktik peradilan di Indonesia karena memiliki sandaran dalam Pasal 14 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman yang pada initinya menyebutkan bahwa hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan bahwa hukum tidak atau kurang jelas. Selain itu pada Pasal 27 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 ditegaskan bahwa hakim dapat menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum ynag hidup di dalam masyarakat. Dengan adanya ketentuan pada pasal-pasal di atas maka AAUP mempunyai peluang digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu maka AAUPB ini akhirnya dimuat dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Setelah adanya UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Berdasarkan Pasal 53 ayat 2 poin a disebutkan: “Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik”, dan dalam penjelasannya disebutkan “Yang dimaksudkan dengan AAUPB adalah meliputi atas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan Negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 Tahun 1999. di samping itu dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, AAUPB tersebut dijadikan asas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang tercantum dalam dalam Pasal 20 ayat 1 yang berbunyi:
“Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profisionalitas asas akuntabilitas asas evisiensi, dan asas evektivitas”
Sekiranya asas-asas umum ini bisa diterapkan di seluruh bidang dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, maka hal ini bisa menjadi “pintu masuk” dan “titik tolak” menuju Budaya Hukum bangsa yang bersih dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.
Undang-undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-undang No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Undang-undang No 27 Tahun 2008 Tentang Ombudsman, dan Undang-undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi memberikan mandat kepada Masyarakat untuk mengontrol Penyelenggara Pelayanan Publik tsb.
Semoga dengan kepedulian, pengawasan dan tuntutan dari seluruh elemen masyarakat, diharapkan semua azas umum ini akan diterapkan oleh Penyelenggara Negara dimasa yang akan datang.
D.   Otonomi daerah di masa mendatang yang sesuai dengan AAUPB.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi atau otonomi daerah merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa otonomi daerah di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Terkait dengan kendala – kendala yang masih dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah saat ini, maka perlu disadari bahwa masalah utama antara pusat dan otonomi daerah adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat. Maka dari itu, Birokrasi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan daerah. Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, birokrasi bisa berperan sebagai alat merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu pemerintah daerah dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel. (sumber acuan http://www.kompas.com Kamis, 02 Juni 2005).
Seperti halnya prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang tercantum dalam Pasal 2 UU No.28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, ada beberapa asas umum penyelenggaraan negara, yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.
a)      asas kepastian hukum, adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara;
b)      asas tertib penyelenggaraan negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara;
c)      asas kepentingan umum, adalah yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif;
d)     asas keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara;
e)      asas proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara;
f)          asas profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;.
g)      asas akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam upaya mewujudkan otonomi daerah yang sesuai dengan AAUPB, maka dalam perspektif yang lebih luas, konsep pemerintah yang baik meliputi tiga dimensi utama yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Dengan demikian, untuk mewujudkan good governance maka harus ada kerjasama yang bersifat sinergis antara negara melalui  pemerintah pusat dan daerah dengan masyarakat yang mengacu pada prinsip-prinsip demokrasi dengan elemen-elemennya, seperti legitimasi, akuntabilitas, perlindungan hak asasi manusia, kebebasan, transparansi, pembagian kekuasaan dan kontrol masyarakat. Sehingga pada hakekatnya otonomi Daerah adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat yang diharapkan dapat memenuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.

BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
1. Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profisionalitas asas akuntabilitas asas evisiensi, dan asas evektivitas
2. AAUPB dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tatacara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik, sopan , adil, dan terhormat, bebas dari kesaliman, pelanggaran peraturan tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang
3. Untuk mewujudkan otonomi daerah yang berlandaskan pemerintahan yang baik di masa mendatang, maka harus ada kerjasama yang bersifat sinergis antara negara melalui  pemerintah pusat dan daerah dengan masyarakat yang mengacu pada prinsip-prinsip demokrasi dengan elemen-elemennya, seperti legitimasi, akuntabilitas, perlindungan hak asasi manusia, kebebasan, transparansi, pembagian kekuasaan dan kontrol masyarakat..

B.     SARAN

Agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan baik, maka sebaiknya harus pengawasan lembaga peradilan, masyarakat, dan lembaga ombusdmen dilakukan dengan efektif. Di samping itu, pemerintah sebaiknya memperhatikan dan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik




DAFTAR PUSTAKA

Kumorotomo, Wahyudi. 2001. Etika Administrasi Negara. Jakarta : PT. Raja Grafindo  Persada

Ndraha, Talizduhu. 2003. KYBERNOLOGY ( ilmu pemerintahan baru ). Jakarta : PT. Asdi Mahasatya
Philipus M. Hadjon. 2008. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Ridwan HR. 2008. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers
http://majidbsz.wordpress.com/2008/06/30. Dampak positif dan negatif otonomi daerah terhadap kemajuan bangsa Indonesia.

                        posting by “ heri setyo budi ”.....

1 komentar: